Dudung terlihat sedang melamun,
karena dia hendak ke istana negara guna
membayar tagihan air, selepas hujan ia akan langsung ke sana. Sambil menunggu hujan, ia menyanyi dengan
bahasa sanskerta, bersama keponakannya yang bernama Nyai Blorong, mereka begitu
harmoni sehingga mirip dengan Rita dan bang Haji.
“Bang, kapan hujan ini reda ? “
“Hujan akan reda, bila sudah tidak
menjatuhkan air”. Kata Dudung
“Kenapa Hujan ini air ? “. Tanya
Nyai Blorong
“Karena kalau bukan air, itu bukan
hujan”. Balas Dudung
“Hujan itu akibat apa ?”
“Akibat hubungan baik, antara air dengan awan”. Jawab Dudung
Tanpa mereka sadari, mereka sudah
menunggu hujan reda 17 tahun lamanya, lalu sampai akhirnya tahun ke-18 hujan itupun reda. Nyai
Blorong segera berlari untuk bermain bersama temannya yaitu Ratu Padi,
sementara itu, Dudung segera bersiap berganti pakaian, dia sangat suka
menggunakan singlet dan kolor , tetapi untuk kali ini , dia akan memakai baju Batik saja, katanya dengan
memakai Batik, itu akan menambah kepercayaan dirinya.
Dari arah barat, muncul temannya si
manusia gitar dengan bau aroma minyak spalding, lalu mereka berdo’a bersama ,
kemudian Dudung mencium tangan ibunya, baru satu langkah keluar dari rumah,
rupanya hujan turun lagi, sehingga Dudung kembali masuk ke rumah, tetapi itu
tidak mengurungkan niatnya untuk pergi ke istana langit.
Di sela-sela hujan, ia membuat
sajak tentang Ibu yang terinpirasi dari pelangi.
Ibu, engkaukah Bidadari itu ?
sore ini di buat oleh pelangi kembar,
nenek bilang bidadari sedang mandi, betul, rupanya bidadari mandi karena belum
mandi tujuh hari, dia mandi bersama kawan - kawannya setelah selesai bermain
voli, aku baru tahu ternyata ia juga suka kopi, tidak ada selendang, yang ada
hanya dompet usang miliknya, aku lihat tidak ada uang sepeser pun di dalamnya,
mungkin sudah habis untuk kredit lipstik.
Bau tanah yang ku cium, ketika
berada dekat dengan bidadari ini, mungkin bidadari ini adalah istri petani,
atau juga istri Presiden Costarica, aku
dengar mereka sedang bercakap – cakap,
dengan bahasa mereka yang di sebut Havana,
ternyata kumpulan bidadari ini, juga ikut komunitas dharma wanita sayang
keluarga, namun akhirnya aku tahu,
ternyata bidadari ini adalah yang
mirip dengan yang melahirkan aku.
Bidadari kau ini siapa sih ? ahh,
bila aku lihat, kau ini mirip sekali dengan Ibu.
Setelah selesai membuat sajak,
sajak itupun diberikannya, semoga Ibunya senang atas hasil karya anaknya.
“Bagus sekali sajakmu nak, Ibu
ingin membakarnya.” Kata Umi Embag ( Ibu Dudung )
“Bagimana tidak bagus ? ku buat itu
dengan perasaan yang mendalam, karena
aku selalu teringan tentangmu Ibu”.
“Lantas, apa keinginanmu ? aku akan
memberikan hadiah untuk ini”. Umi Embag kembali bertanya sambil mengeluarkan
kartu ATM dan kartu pelajar
“Ibu, hanya keridoan darimu, aku
ingin masuk sorga bersamamu”. Dadang menjawabnya , sambil meneteska air mata.
“Sini nak, peluk ibu seumur
hidupmu, aku do’akan agar kita masuk sorga bersama – sama”.
“Baik, aku juga akan mencium
telapak kaki Ibu, aku minta maaf atas segala kesalahan yang telah diperbuat”.
Akhirnya Dudung menemukan sorga
disana, tepat di telapak kaki Ibunya.
No comments:
Post a Comment