“kenapa kau
ingin bunuh diri?” tanya aku kepada Bangkong
“karena aku
cudah bocan dituduh, mereka menganggapku celalu calah”. Kata Bankokng, maklum
saja, Bangkong ini cadel.
“memang kau
sudah siap dan yakin masuk sorga?”
“aku ciap,
tetapi belum yakin macuk corga, daripada pucing, lebih baik bunuh diri caja”.
Jawab Bangkong sambil meminum wedang jahe.
“percayalah
itu hanya sesaat saja, bersabarlah kawan, bunuh diri itu dosa besar, semakin
besar ujian, semakin besar juga pujian.”
“och, lantas
apa yang seharusnya aku lakukan?”
“Tetap
tenang, Cuma itu caranya agar tetap tenang, berbahagialah menurut selera masing
– masing”. Sahutku sambil beranjak pergi, mungkin aku sudah kebelet.
Bangkong
lalu termenung, seakan – akan sedang memikirkan kata – kata yang terakhir, lalu
dia memperhatikan sekelilingnya, dia melihat kambing yang berjenggot, kambing
itu adalah milik bapak Ucan.
“Kambing,
apa tujuanmu hidup ?” kata Bangkong pada kambing
“Mbeeee”. Di
jawab singkat oleh kambing
“pernahkah
kamu cedih atau kesewa?”
“Mbeeee”.
Sambil mengunyah sukro, kambing itu menjawab
“Aku
mensintaimu Kambing”
“Aku juga,
Mbeeee”. Kambing bapak Ucan ini, memang sedikit bisa bahasa Indonesia, mungkin
diajarkan oleh bapak Ucan yang juga guru Bahasa Indonesia
Bangkong
lalu tertawa lepas, setelah mendengar jawaban dari si Kambing, memang si
Bangkong ini ganteng, bahkan Kambing
juga bisa suka kepadanya.
Aku pun
datang dari arah Kulon (Utara), menawarkan kue Gemblong, aku curiga, apa yang
dibuat Kambing kepada Bangkong, sekarang kulihat wajah manisnya. Dan dari arah
Wetan (Selatan) bapak Ucan datang membawa tali tambang, apakah dia akan bunuh diri ? bukan, itu adalah tambang untuk
mengikat kambingnya, memang beliau sangat kreatif menamai semua kambingnya,
contohnya yang ada di depan kami, dia menamai Merychippus.
“Pak
kambingnya akan di bawa kemana ?” sapa Bangkong
“Mau di bawa
untuk dijodohkan dengan kambing pak Lurah”. Jawab pak Ucan
“kenapa kamu
sedih begitu ?” tanya Pak Ucan
“ini pak, si
Bangkong katanya suka sama kambing bapak, dia ingin menikah tetapi terus
–terusan kecewa, ada tekanan dari pihak keluarga juga”. Potong aku
“ohh,
benarkah?” masih tak percaya, mendengar pernyataan dariku
“Benar!”
dengan lantang aku menjawab
“Bangkong,
aku mengenalmu sebagai anak yang baik juga bertanggung jawab, aku percaya
kepadamu, bagaimana bila aku jodohkan dengan anakku Valensia?”
Bangkong,
hanya tertunduk malu, pria mana yang tidak suka dengan valensia, sudah
sholehah, pintar, rajin menabung, baik hati serta tidak sombong, ahh bila aku
jadi dia, pasti aku tidak akan menolaknya.
Dimana ada kesulitan disana ada kemudahan,
apakah sudah berhenti sampai disitu ? belum, ternyata baru satu malam kambing
pak Ucan dijodohkan, dia malah kembali ke rumah ku dan menyatakan cintanya pada
Bangkong, ya merychippus ini, dia bilang suka kepada Bangkong.
Esoknya aku
datang ke rumah bapak Ucan, dan mengatakan apa yang Merychippus katakan, selain
mendapat anaknya bapak Ucan, kini ia juga mendapat si Merychippus, itulah
balasan bagi orang- orang yang sabar.
***
No comments:
Post a Comment