Wednesday 30 October 2013

GAK MAU DEBUS ITU WAJAR BEIBEH


GAK MAU DEBUS ITU WAJAR BEIBEH
oleh Akbar K. Laksana

Rekan-rekan sesama Homo Sapiens, pernahkah dikau berandai-andai tidak dilahirkan menjadi manusia seperti sekarang ini? Dan lebih memilih untuk dilahirkan menjadi lalat, cacing, onta, at...au keledai..? Gue yakin pasti gak ada yang berandai seperti itu, tetap kita bakalan milih dilahirkan sebagai manusia. Kalaupun ada yang memilih untuk dilahirnya menjadi cicak, kemungkinan besar ia sudah / sedang stress tingkat tinggi.. Yang bahkan mati pun lebih asoi bagi dia dari pada menanggung kesemrawutan hidup penuh duka penuh luka.. (-sesuai prespektif dia).

Nah, mengapa oh mengapa dikau, dia, kakanda, adinda, dan gue lebih memilih tetap menjadi manusia..? Gue mungkin bisa menjawab secara serampangan sederhananya seperti ini ; karena kita lebih suka menjadi manusia, dibandingkan menjadi hewan. Manusia banyak memiliki hal yang tidak bisa dilakukan oleh hewan, dan hewan memiliki kemampuan dibawah kemampuan manusia. Khususnya kemampuan otak untuk berfikir secara cemerlang. Dan fitrahnya manusia, adalah tidak ingin menjadi orang yang lemah, apalagi turun derajat menjadi sebangsa hewan.

Yah.. tentu aja kita gak mau hidup kayak kambing. Tiap hari keliling-keliling cari rumput. Kalau gak ada kerjaan cuma bisa ngembeek, bengong, atau neduh dibawah pohon. Dan pas idul adha, atau pas mpok hindun mau bikin kari kambing atau tongseng, maka sebangsa kambing-bandot-domba lah yang jadi sasaran penjagalan manusia.. naas!.

Bedanya dengan manusia. Manusia memiliki anugerah yang gak dimiliki oleh hewan manapun, yaitu anugerah akal. Dengan akalnya manusia bisa membaca, internetan, atau berorganisasi. Dengan akalnya itulah pula manusia dapat berfikir mengenai apapun dialam raya ini. Ia bisa memikirkan mengenai hakikat hidupnya yang sebenarnya, dapat memikirkan mengenai proses berlangsungnya alam raya, memikirkan dan memahami bagaimana wujud cair air dapat membeku, sebuah algoritma dalam perangkat lunak komputer, hingga penyakit batu ginjal dan penanganannya.

Sedangkan sejenis binatang, jangankan untuk memikirkan sistem ekonomi kapitalisme yang saat ini sebagai biang kehancuran ekonomi global, memikirkan masa depan pun mereka tidak. itu karena binatang tidak memiliki akal, mereka hanya menggunakan insting untuk bertahan hidup. Saat lapar baru nyari makan, saat merasa terancam baru siaga, saat mules baru gali lobang buat boker.. atau saat besok ujian baru malamnya belajar.. Uppss!

Namun, dibalik anugerah akal yang dimiliki manusia, sebenarnya manusia juga harus menanggung konsekuensinya. Dengan akal yang dimiilikinya, akhirnya manusia dapat membuat pilihan-pilihan dalam hidupnya, pilihan bertingkah laku, pilihan berkata, pilihan bertindak, termasuk pilihan untuk berkeyakinan. Konsekuensi yang harus ditanggung manusia, adalah mempertanggung jawabkan segala pilihannya itu sesuai standar Sang Pencipta, Allah swt. Kalau ternyata pilihan yang ia ambil ternyata tidak memiliki kesesuaian dengan aturan yang sudah digariskan Allah, -dan malahan menyimpang, maka manusia mendapatkan dosa atas pilihannya itu. Sebaliknya jika pilihan yang kita putuskan adalah pilihan yang tidak menyimpang dari aturanNya, bahkan klop dengan syariatNya maka hadiahlah pahala bagi kita.

Pertanyaanya, dari mana kita tahu itu semua (?)

Tentu dari sumber-sumber aturan islam; Al qur’an dan As sunnah. Melalui the MOGSAW (Messenger Of God Shalallahu ‘alaihi Wa ssalam) Muhammad, yang mencontohkan dan menyampaikan dalam bentuk lisan, perbuatan, dan perilakunya berabad-abad silam. Dan hingga kini milyaran umat islam meyakininya. Karena memang sumber-sumber itu tak terbantahkan kebenaran dan kevalidannya.

Kemudian dari sumber-sumber aturan islam itu lah terpaparkan seluruhnya, mulai dari aturan yang mencakup hubungan antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan dirinya sendiri, dan juga interaksi manusia dengan manusia lainnya. Mulai dari kewajiban meyakini perkara-perkara ghaib yang diperintahkan, hingga perbuatan nyata yang harus dilakukan.

Seorang mukmin dengan keyakinan islamnya yang kuat, ia pasti akan sangat meyakini adanya Allah, malaikat-malaikat, hari pembalasan, hingga kahidupan akhirat (surga & neraka). Bahkan mukmin sangat yakin atas adanya surga walaupun mereka belum pernah kesana. Dan saking yakinnya, kalau ditanya mau masuk surga apa enggak, pasti semuanya bakalan jawab dengan yakin ; mau!. Kalaupun kita tanya lagi, “Yakin nih..?”, pasti mereka jawab lantang “Haqqul Yaqin!”, kalau coba tanya lagi.. “beneran..? Sumpeh lu..?”, bagi yang gak sabar dengan pertanyaan konyol itu pasti kamu bakalan digetok atau ditinggalkan.. karena menanyakan sesuatu yang gak wajar bagi pandangan si mukmin.

Sama halnya dengan neraka. Pasti mukmin sangat yakin atas keberadaanya dan meyakini pula para pendosa semacam perampok bengis, pembunuh berdarah dingin, pencuri jemuran, dan pensodomi anak sekolahan bakalan dicemplungkan kesana -jika mereka gak bertaubat. Mereka yakin betul! Bahkan gak pernah ada seorang mukmin yang dengan kurang ajarnya berani mengatakan dengan lantang, “Beneran deh! Sumpah gue lebih memilih masuk neraka ajaaa!!!!”. Gak pernah..kan?! Mukmin pasti bakalan takut ngomong begitu. Walau mereka pun sebenarnya semumur-umur belum pernah masuk keneraka..

Hebat. Itulah keyakinan. They believe in something that can not seen by eyes! Umat islam itu melihat dengan keyakinannya.. Dan itu melampaui kehidupan dunia.

Sangad inginnya seorang islam masuk surga merupakan sesuatu yang wajar. Begitu pula ketiidak sudi-an muslim masuk neraka, juga hal yang wajar-wajar aja.. Karena kewajaran mereka dibangun dari sebuah keyakinan yang kokoh akan adanya keduanya itu.

Sebagaimana kita yakin bahwa yang namanya api dikompor itu panas, tentu sampai kapanpun kita gak bakal mau memasukkan tangan kita keatas jilatan api yang panas dan membakar. Gak bakalan mau, walau lauk dikosanmu sudah gak ada lagi, pasti kamu gak bakalan kepikiran untuk memanggang tangan dijadikan santapan.. dan itu memang wajar bung..! Yang gak wajar justru yang sudah yakin bahwa api itu panas, tapi tetap mau mencemplungkan dirinya ke kobaran api. Palingan, yang berani melakukan itu adalah orang-orang yang biasa melakukan atraksi sirkus atau debus. Para debusser, berani memainkan api dan melakukan atraksi unik menggunakan api walau resikonya adalah terbakar.

Namun beiybeh..! Sadar gak sadar dizaman sekarang orang-orang yang bermain debus semakin banyak kita liat. Bahkan dikampus gue pun banyak loh..

Ya, mereka misalnya cewek-cewek yang dengan beraninya memperlihatkan aurat asoi mereka ditempat umum sehingga menjadi konsumsi siapapun. Bukankah itu debus juga men.. Yoa! Soalnya mereka sudah berani mengambil resiko terjilat api neraka.. Bukankah menutup aurat merupakan sebuah kewajiban. Dan bahkan melanggar perintah itu diganjar dengan dosa yang bisa cemplungkan kita keneraka..

Atau orang-orang yang pada asyik pacaran, ikhtilat, hubungan gak jelas diluar ikatan pernikahan. Mondar-mandir ‘atraksi’ berduaan dimana-mana, bahkan mungkin ketempat sepi. Bukankah itu debus juga brur..!? Soalnya mereka berani mengambil resiko terbakar dengan api neraka, melanggar perintah-Nya, karna berani mendekati zina..

Atau orang-orang yang dengan entengnya menjadikan riba hal biasa. Makan harta riba, bahkan menjadikan sumber nafkah dengan bisnis-bisnis funding ribawi zaman sekarang. Bukankah itu juga debus level jaringan bung..?! Buset dah padahal jelas di Al qur’an banyak larangan dan makian terhadap orang yang dengan entengnya memakan harta riba, terlibat dengan riba, juga mengajak orang berbisnis riba..

Gitu juga yang suka mabok-mabokan, asik ngisap cimeng, narkobaan. Saat mereka sedang asik nengguk Jack Daniel, Pil Koplo, ataupun miras racikan cap murahan, sebenarnya mereka sedang memasukkan api neraka ke lambung mereka. Debus! yang realisasi terbakarnya diakhirat kelak dineraka..

Dan juga jenis debus yang lainnya. Yang parahnya ‘debus’ begitu sudah menjadi hal biasa dimata kaum urban sekarang. Berbagai perilaku kemaksiatan tersebut semakin banyak orang melakukannya, sehingga dianggap wajar bagi kebanyakan orang. Padahal, seharusnya kalau kita yakin itu perbuatan maksiat, justru melakukannya adalah sesuatu yang gak wajar. Melanggar nurani, yang selama ini dibentuk melalui peroses keyakinan.

Wajar gak wajar itu sebuah pandangan. Pandangan tentu dibentuk dari keyakinan.. Kalau udah bener-benar yakin islam itu bener. Ya udah jalanin aja, jangan banyak alasan untuk menunda pelaksanaannya. Jangan banyak alasan untuk melakukan kemaksiatannya, seolah-olah kalau melakukan kemaksiatannya itu wajar.

Ya gak?!

Yah.. makanya kalau suatu saat ada banci bohai, paling cantik, pake make up kinclong, pakai maskara paling mahal, ditambah rok mini paling seksi, terus ngajak gue kencan.., dengan mantab gue bakalan jawab tantangannya, “Maaf deh.. saya gak mau main debus sama situ. Udah resikonya api neraka, tertusuk pedang anggar pula..! “

Wajarkan? [mafahimcenter/CIdeologis]