Wednesday 18 June 2014

Toko Buku Kita



Pada sore hari, tepatnya sabtu sore aku berencana pergi ke toko buku, untuk mencari buku bestseller karya seorang Pidi Baiq yang berjudul DILAN, sudah beberapa bulan aku menunggu buku tersebut, atau aku pernah membaca sebuah buku miliknya yang kurang lebih 300 halaman dalam tempo kurang dari 24 jam.  Sore ini aku berangkat ke toko buku tanpa ditemani seorang teman, hanya motor dan jaket usang milikku.
“Assalamu’alaikum mbak sudah lama disini? Mbak pasti menunggu saya, karena saya mau membeli buku disini hehe, oh iya mbak yang satu lagi mana, itu loh yang suka senyum?” Aku menghampiri pramuniaga toko yang sedang berdiri di tempat strategis, tepatnya di depan pintu masuk toko itu
Dan pramuniga toko buku  itu hanya tersenyum sambil mengisyaratkan tangannya agar aku lekas pergi mencari buku yang hendak di beli, mungkin malu atau entahlah, pramuniaga wanita itu pipinya memerah dan akhirnya senyum kembali tersungging dari bibirnya.
“Loh mbak, aku  ini manusia yang punya hati juga perasaan, kenapa tidak membalas sapaanku? ah mbaknya sombong, apakah orang cantik harus sombong ya mbak,  hehe mangga atuh teh (mari  mbak).”
“Hehe mangga kang (silahkan mas).”  jawabnya
“ Eeh kirain aku bicara sama  boneka, gitu dong di jawab kan jadi nambah cantik, keliatan juga enggak sombongnya hehe  iya, nanti aku beliin mangga deh .” Aku pergi tanpa menunggu jawaban dari pramuniaga tersebut, ada beberapa langkah aku menengok kembali kepadanya, aku liat dia hanya mematung sambil tersenyum, begitu juga dengan pipinya yang merah merona
Kumpulan buku yangbestseller memang berbeda dengan buku biasa, buku-buku itu dkumpulkan pada tempat khusus,  memudahkan pengunjung yang mencarinya, jadi bisa berhemat waktu, hanya lima menit aku mencari buku DILAN kemudian tanpa berlama-lamau langsung bergegas ke kasir.
“Ini aja mas bukunya ?” kata pramuniaga yang menjaga kasir
“Iya mbak, kalau banyak takut di sangka jualan, itu mbak yang di sana suka mangga ya? Tadi bilang ke saya begitu.”  jawabku
“Siapa ? ohh teh Ratih, setahu aku dia kurang suka mangga, alergi gitu kalau makan mangga, dia sukanya jeruk.”
“Jadi namanya  Ratih, kirain Ruminten, tapi bener dia bilang mangga kok, pasti dia juga suka uang ya? Mbak juga suka kan ? hehe”
“Bisa aja mas ini hehe.”
“Ya bisa atuh mbak, jangankan uang, harta tahta dan kehormatan bisa diberikan, bila memang sudah cinta, karena cinta seseorang menjadi budak yang dicintainya itu, mangga atuh teh.”
“Mangga mas.”
“Suka mangga juga ya mbak ? Assalamu’alaikum.”
Setelah mengambil struk pembayaran aku kembali datang kepada teh Ratih, pramuniaga toko buku kita yang selalu senyum jika ada pengunjung masuk.
“Sudah kang?” sapanya
“Iya sudah di bayar, katanya selain suka mangga suka jeruk juga ya? Hehe duluan  ya, mangga atuh teh.”
“Iya mangga.”
“Bukan , teh Ratih sukanya jeruk juga.”
Kemudian aku menghilang secepatnya, karena tak sabar untuk membaca buku yang sudah di beli, ya hari ini adalah menyenangkan, karena mendapat teman baru namanya teh Ratih.
***