Saturday 5 April 2014

Cinta dan Sandiwara

"Aku Melihat Dia di Matamu"


.
.

Dia selalu kulihat, di sana, di matamu.

Ada sosok seseorang yang
selalu kau bawa kemanapun. Iya disana, di matamu. Harusnya aku cemburu lalu memakimu dengan buas
setiap kali matamu membawanya saat bertemu denganku.
Tapi aku kalah, aku kalah oleh dia yang bahkan hanya kutemui di matamu.

Aku tidak ingin tahu
sesempurna apa dia.
Aku tidak ingin tahu sepintar apa dia.
Aku tidak ingin tahu
sehebat apa dia.
Tidak ingin tahu gaya apa yang dia pakai saat bercinta
denganmu. Aku tidak peduli!

Aku hanya ingin tahu kenapa dia itu bisa selalu ada di matamu, kenapa cintanya begitu tak bisa kau sembunyikan. Dan lagi-lagi
aku kalah oleh seseorang
yang selalu menari-nari saat aku menatapmu.

Aku yang sekedar seseorang yang entah kau anggap apa ini hanya sedang menikmati setiap debit emosi yang menjalar panas, keluar dan hampir membuncah
sebentar lagi. Aku selalu bersusah payah melihat matamu lebih dalam
dan berharap menemukanku disana.
Tapi kosong, selalu begitu.
Dia itu sudah sangat
memiliki matamu, bahkan memilikimu.

Sakit. . . Sakiiit. . .

Butuh berapa kali penegasan lagi ?
Tidak sehari. Tidak seminggu. Tidak juga setahun aku memperhatikanmu seperti ini.

Tapi 2 tahun. 2 tahun dia selalu kau bawa kemana-mana, lewat matamu.
Tanpa sungkan, kau mengajaknya dan
membiarkannya bersama kita dalam retinamu saat kita bercinta. Dan itu
pedih. Kau mencumbunya, bukan aku.
Tapi aku kalah. Harus kalah. Dan akan selalu kalah.

Dia itu memang seharusnya selalu di matamu, membuatmu selalu jatuh
cinta, cinta yang begitu merah muda.

“Kau bahagia. Teramat bahagia, harusnya aku senang melihatmu. Harus!”

Terima kasih sudah mau mencintai aku dan selalu
mau menjaga perasaanku selembut dan selama ini.

Terima kasih sudah
mau bertahan sejauh ini.

Terima kasih sudah menjadikanku bagian dari hidupmu.

Kamu terlalu sempurna buat aku, kamu terlalu baik buat aku, dan tentunya kamu terlalu manut menjadi seorang anak tunggal.

Untuk kamu dan hatimu yang
sudah mau kau korbankan, aku siap menjadi ‘seseorang yang tak di anggap’ selama
apapun itu.

Untuk orang tuamu yang teramat ingin menjadikanku pendamping hidupmu.

Dan untuk dia yang sempat
kurebut kamu dari sampingnya.

***

Kamar. Kamis. 06 Februari 2014 10.00 PM


cerpen buatan saudara ku yang begitu mewakilkan perasaan ku pada waktu itu, aku berterimakasih kepadanya. Aku mencoba memposting ulang cerpen yang menurut aku begitu hidup dan bagus.
ayo semangat untuk terus berkarya, berbagi dan mengabdi !.

No comments:

Post a Comment