Hari minggu, 14 Maret
1995, aku berniat datang ke rumah Utami,
kebetulan hari ini adalah hari ulang tahunnya, ini adalah pertama kali aku
datang ke rumahnya, tanpa alamat atau pemberitahuan sebelumnya, aku nekat saja,
dengan berbekal nama perumahan yang dulu sempat dia ceritakan.
Dari jauh aku melihat
kumpulan tukang becak, mereka sibuk dengan becaknya masing-masing, ada yang
sedang membersihkan becak, membaca koran, atau hanya duduk melamun, akhirnya aku
menghampiri mereka, lalu bertanya kepada tukang becak yang sedang melamun.
“Selamat sore pak,
numpang tanya, rumah ibu Peri Kecil sebelah mana ya?”
“loh mas, ini kan masih
pagi, saya gak tahu.” Dengan nada kebingungan
“oh iya, saya lupa pak,
ini masih pagi he he he. Itu loh yang guru TK itu.”
“ada juga yang jadi guru di sini ibu Ajeng dan ibu Siska
sama....”
“Ibu Utami, iya dia
guru TK” sahut tukang becak yang ada di sebelahnya, yang memotong perkataan
dari temannya itu.
“ya ya ya, bisa jadi,
di mana rumahnya ?”
“lurus aja mas, ada
pertigaan belok kanan, terus lurus belok kanan lagi, nah di situ.” Kali ini
temannya yang meneruskan pembicaraan
“iya pak terima
kasih, ini pak, tadi saya nemu gorengan
di jalan, masih hangat, buat bapak aja, di makan bareng-bareng.” Sambil memberikan
sebungkus gorengan, yang barusan di beli dekat alfa midi
“iya sama-sama, kok
nemu ada plastiknya gitu, nemu di tukang gorengan ya ?”
“kok tahu ? he he he
iya, mari pak, selamat malam.”
Aku lalu pergi menjauhi
mereka, aku tidak ingin berlama-lama dengan mereka, karena takut di sangka
tukang becak juga.
***
“Assalamu’alaikum Peri
Kecil.”
“Walaikumussalam, maaf
mas cari siapa ?.” ketika pintu dibukakan, nampak yang keluar adalah gadis
kecil memakai baju merah muda, bila di taksir, umurnya mungkin baru 10 tahun
“Adik kecil, ini rumah bu
Guru TK ya ?” aku sengaja berjongkok, supaya bisa menatap matanya langsung
“Iya, bu guru Utami.”
“oh, bu gurunya ada
? adik kecil ini siapa ?” sambil
tersenyum, aku mencoba mencubit pipinya yang merah, mirip sekali dia dengan
afiqa
“barusan pergi,
bilangnya mau ke sekolah TK, aku temen
adiknya, sekarang lagi main di sini.” Wajah yang polos nampak diperlihatkan
“oh, kira-kira lama
enggak adik manis ?” sambil mengusap kepalanya, dia terlihat sangat malu
“bu guru enggak bilang,
sekolahnya deket kok, ke depan gang aja, terus ke kiri.”
“oke adik manis, kamu
baik banget , ini sebagai hadiahnya.” Aku mengeluarkan beberapa permen dari
kantong celana, sisa kembalian dari membeli kertas karton di supermarket
Gadis kecil itu tidak
menjawabnya, iya hanya mengangguk mungkin malu, aku mengasongkan permen tetapi
tidak ada respon, maka aku pegang tangannya dan memberikannya, dan langsung
pipinya makin memerah.
Aku pergi ke sekolah
TK, seperti apa yang di bilang oleh gadis kecil tadi.
***
“Assalamu’alaikum Peri
Kecil.”
“Waalaikumussalam.” Wanita
itu menengok, matanya terbelalak, karena kaget dengan kehadiranku yang
tiba-tiba, sebelum memanggil namaku, tanganku berisyarat agar tidak
menyebutnya, dengan cara mendekatkan telunjuk ke arah bibir.
“Impianmu sudah
tercapai ya, menjadi guru TK, nampaknya
kamu begitu bahagia.”
“ya begitu, aku sangat
bahagia, kenapa tidak memberitahukan sebelumnya akan main ke sini?”
“kalau aku kasih tahu,
nanti bukan surprise, aku ke sini tidak bermaksud apa-apa, aku hanya ingat,
temanku hari ini ulang tahun.”
“he he he terima kasih,
kok tahu aku di sini?”
“ya, tadi ada gadis manis
yang memberitahu, gadis kecil itu telah membuatku jatuh cinta, cinta yang merah
muda begitu merah muda, karena dia juga pakai baju merah muda he he he”
“dari SMA dulu memang
tidak berubah ya., masih alay he he he. Masya, nama gadis manis itu, dia teman
adikku.”
“oh jadi dia namanya
Masya ya, bukan alay tapi romantis he he he.”
“he he he, oh iya
dengar-dengar, sekarang kamu sudah S2, bagaimana kehidupan di Jepang, saat kau
mengambil S2 di sana ? aku dengar juga
kamu sudah membangun Yayasan Yatim
Piatu.”
“ya begitulah, terima
kasih do’anya selama ini, tapi benar aku menyukai Masya.”
“anak itu memang lucu,
ketulusan yang terpancar dari sikapnya selama ini.”
“Ya, tapi tidak mungkin
aku menunggu Masya, aku sudah S2 dan dia gadis TK, jadi hanya ini yang aku bisa
berikan kepadanya.” Aku memberikan secarik kertas
“Apa ini ? “
“Bukan apa-apa, tadi
aku buat ketika aku berjalan ke sini, oh
iya, ini kado ulang tahun untukmu.”
“He he he, kamu kira aku ini Peri ?”
“Iya, Peri Kecil, kamu
sendiri yang bilang waktu SMA, aku pergi ya, semoga harimu selalu menyenangkan,
semoga berkah umurnya dalam kebaikanNya.”
“Iya, terima kasih atas
semuanya.”
“Assalamu’alaikum Peri
Kecil.”
Belum sempat aku
mendengar jawaban, aku berlalu pergi meninggalkan dirinya, setelah beberapa
meter ke depan, aku menengok ke arahnya yang sedang berdiri di dekat ayunan,
aku melihat dia memakai kado ulang tahunku, ya kado sederhana, bahkan tidak
bernilai, hanya mahkota yang aku buat dari daun nangka, aku tersenyum
melihatnya, dia sangat cocok sekali, memakai mahkota dari daun nangka.
Mungkin dia juga akan
membaca isi suratku, yang aku sempat tuliskan untuk Masya, beginilah bunyinya.
Kamu
Gadis TK sedang Aku Mahasiswa
Mimipi yang indah,
kadang aku tidak sadar sedang mimpi atau tidak. Bisa jadi aku ini sedang mimpi,
mimpi mendapatkanmu. Pak Haji, untung saja kamu bukan anak pak Haji. Karena
kalau kamu anak pak Haji, minimal harus menjadi ustad untuk mendapatkanmu. Syukurlah
kamu anak manusia, kita sama-sama manusia, kemungkinan besar aku bisa
mendapatkanmu. Aku memang tidak kaya dan juga tidak miskin, itu lebih baik.
Mungkin, kekayaanmu hanya sedikit diatasku. Banyak orang yang merasa malu ingin
mendekatimu hanya karena status sosial. Aku sih hanya tenang saja, aku tidak
perduli. Aku punya Allah yang maha kaya, kalau aku mau, aku bisa saja berdo’a
untuk menjadi kaya. Nyatanya aku memilih tidak, karena aku sadar, bila aku
nanti kaya, maka aku akan lupa kepadamu dan berpaling kepada selainmu.
Inilah kebahagiaanku,
yang aku pilih adalah kamu. Kamu gadis TK dan aku Mahasiswa, cinta kandas beda usia. Tak mungkin
menunggumu. Benar saja, kamu mirip gadis itu, gadis yang telah melukaiku,
membunuh perlahan diriku dengan caranya tersendiri, tetapi biarlah. Semakin aku
mengingat kejahatannya kepadaku, maka semakin aku mencintainya. Itu memang
aneh, tetapi itulah kenyataannya, tak perduli seberapa dia membohongiku,
seberapa dia menyakitiku, yang ada malah aku semakin suka kepadanya. Cinta
tidaklah buta, tetapi hanya aku yang membawanya kedalam celah dihatiku, yang
mestinya celah itu diisi oleh mereka yang mau menerimaku., apa adanya bukan ada
apanya.
***