“Melia, kemana temanmu?”
aku bertanya kepada Melia, yang sedang duduk melamun menghadap papan tulis
“Siapa?” Melia balik
bertanya
“Teman sebangkumu itu.”
“Puspa ?”
“Bukan, Ibunya Puspa
Melia, iya jelas siapa lagi ?” kali ini aku yang balik bertanya
“Dia enggak masuk
sekolah hari ini.”
“Aku tahu itu, maka
dari itu aku tanya, kenapa dia tidak masuk sekolah?”
“Kamu kepo ya,
tanya-tanya terus. Dia sakit, aku di sms oleh Bundanya.”
“Oh, sakit apa ?
setelah pulang sekolah kita jenguk, mau ?”
“Sakit asma, asmara he
he he, oke.” Melia tertawa, padahal tadi dirinya hanya melamun saja, mungkin
terpikirkan Puspa temannya.
Hampir semua teman di
kelas, merasa kehilangan karena Puspa tidak masuk sekolah, mereka kehilangan,
karena tidak ada yang bisa di ajak lagi untuk main congklak di kelas, termasuk
aku yang suka menggodanya, ya Puspa, begitulah dirinya yang baik hati, rajin
menabung dan tidak sommbong.
***
Bel pulang sekolah
berbunyi, bu Yati, guru matematika mulai meninggalkan kelas, langkahnya begitu
anggun, bak model yang berada di catwalk, bersama itu juga dengan teman yang
lain, kini hanya ada beberapa orang di kelas termasuk aku dan Melia.
“Melia, ayo kita jenguk
Puspa sekarang.” Aku menghampiri Melia yang sedang berdiri di meja guru
“Ups, aku lupa, sekarang aku ada janji sama Diana, gimana
kalo besok aja ?” wajah yang panik, seolah-olah menandakan bahwa dirinya sedang
tidak berbohong
“Kamu gimana sih ? aku
mau hari ini, kalo besok aku tidak tahu.”
“Maaf, maaf, aku lupa
beneran, aku gak bisa ikut hari ini, mungkin besok aku jenguk.”
“Jangan minta maaf sama
aku, minta maaflah pada Puspa, aku pergi ya, Good Bye.”
***
“Assalamu’alaikum.”
“Waalaikumussalam.” Terdengar
suara yang lembut, yang menjawab salamku, ternyata itu adalah ibunya Puspa
“Bun, Puspa katanya sakit,
sekarang Puspa di mana Bun ?”
“Nak Boksi, iya, ada di
dalam, ayo masuk.” Ibunya mempersilahkan untuk masuk, aku pun melepas sepatu.
Ketika masuk ke dalam
aku melihat Puspa sedang bercanda ria, dengan seseorang lelaki yang sepertinya
aku kenal, benar saja aku kenal dia, dia adalah temanku juga, walaupun beda
kelas.
Aku sudah berada di
hadapan Puspa, tetapi sepertinya Puspa tidak merasakan kehadiran diriku, dia sibuk
bercanda, aku hanya menonton mereka, yang saling melempar semnyum dan tawa,
sampai ibu dari Puspa menegurnya.
“Pus, Puspa, itu ada
temanmu, nak Boksi datang menjenguk.”
“Siapa ?” di jawab oleh
Puspa
“Iya, nak Boksi.”
“Yang mana ya ? aku
enggak kenal.” Puspa sepertinya serius tidak mengenalku, karena walaupun di
menatapku, tatapan matanya kosong.
“Kamu jangan bercanda,
nak Boksi yang sering kamu ceritakan sama Bunda, dan kamu tulis di binder diary
kamu.” Ibu Puspa nampak kebingungan
“Bener bun, aku lupa.”
“Ya, kalau memang
begitu.” Ibunya berfikir tentang kata-kata dokter, bahwa Puspa bisa saja lupa
dengan orang-orang disekitarnya, itu terjadi karena otak Puspa terus bekerja
dan kurang istirahat, tetapi begitu parah, bila terus di pancing, maka
ingatannya akan pulih kembali.
Di sela-sela
perbincangan merekan, aku izin keluar, untuk menatap lingkungan sekitas dan
memastikan, bahwa ini hanya mimpi, ternyata tidak, ini adalah kenyataan, aku
harus menerima kenyataan bahwa Puspa kini tak lagi mengenaliku, untuk beberapa
saat di luar, aku sempat menulis surat, dan kemudian masuk lagi ke dalam.
***
“Bun, Boksi pulang ya,
soalnya ada janji lain.” Aku berusaha pamit
“Loh, cepat sekali,
kuenya aja belum di makan.” Setelah mendengar itu aku langsung memakan kue
“Sekarang sudah he he
he.”
Akhirnya aku pergi ke
luar, dan hanya dia antar oleh ibunya saja, sebelum pergi, aku memberikan surat
yang barusan di tulis tadi, dan binder milik Puspa yang Melia titipkan
kepadaku.
“Bun, ini binder milik
Puspa, Melia yang menitipkan dan ini surat dariku untuk Puspa.” Aku menatap ke
arahnya
“Terima kasih nak
Boksi, ternyata benar, nak Boksi memang manis, he he he.”
“he he he, nanti bilang
sama Puspa ya Bun, katakan istirahat yang cukup, kalau mau tidur sebut nama
Boksi tiga kali, biar bisa mimpiin Boksi he he he, O iya, salam juga untuk Ayah
mertua.”
“iya he he he.”
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumussalam.”
Aku pun pergi dengan
mengendari motor hitam milik kedua orang tuaku, aku berharap Puspa segera pulih
begitu juga dengan ingatannya.
Ini lah surat yang aku
tulis untuknya.
“Pus, ini aku Boksi
temanmu, kok kamu sakit malah tambah cantik ? Pus, jangan suka tidur di kelas,
nanti si Eko akan memoto kamu yang tidur, dan menguploadnya di facebook,
padahal kalau kamu mau, kamu boleh tidur di pangkuanku he he he. Mungkin ini
adalah harga yang pantas buatku, karena sering berbuat salah kepadamu, baik
sengaja maupun tidak. Pus, kalau boleh jujur, lebih baik di tolak lamaran sama
mertua, daripada tidak di kenal atau dilupakan oleh orang yang disukai, apalagi
di khianati selama 2 tahun, iya Pus sakit, lebih baik memang benar lupa,
daripada hanya berpura-pura lupa. Tapi tenang Pus, ini bukan tentang dirimu,
ini tentang seseorang yang mencoba melupakan aku, tapi akhirnya tidak bisa, dan
begitu juga aku. Semoga aku dan dirinya jodoh, bila tidak berarti aku yang
jodoh sama kamu he he he, semoga cepat sembuh dan masuk sekolah.
Dari: Boksi (Botak
seksi)
Tembusan: Kepala
Sekolah anak-anak nakal Singapore, Pak Haji.
No comments:
Post a Comment