Thursday 15 May 2014

SUP (Surat untuk Puspa)



 “Melia, kemana temanmu?” aku bertanya kepada Melia, yang sedang duduk melamun menghadap papan tulis
“Siapa?” Melia balik bertanya
“Teman sebangkumu itu.”
“Puspa ?”
“Bukan, Ibunya Puspa Melia, iya jelas siapa lagi ?” kali ini aku yang balik bertanya
“Dia enggak masuk sekolah hari ini.”
“Aku tahu itu, maka dari itu aku tanya, kenapa dia tidak masuk sekolah?”
“Kamu kepo ya, tanya-tanya terus. Dia sakit, aku di sms oleh Bundanya.”
“Oh, sakit apa ? setelah pulang sekolah kita jenguk, mau ?”  
“Sakit asma, asmara he he he, oke.” Melia tertawa, padahal tadi dirinya hanya melamun saja, mungkin terpikirkan Puspa temannya.
Hampir semua teman di kelas, merasa kehilangan karena Puspa tidak masuk sekolah, mereka kehilangan, karena tidak ada yang bisa di ajak lagi untuk main congklak di kelas, termasuk aku yang suka menggodanya, ya Puspa, begitulah dirinya yang baik hati, rajin menabung dan tidak sommbong.
***
Bel pulang sekolah berbunyi, bu Yati, guru matematika mulai meninggalkan kelas, langkahnya begitu anggun, bak model yang berada di catwalk, bersama itu juga dengan teman yang lain, kini hanya ada beberapa orang di kelas termasuk aku dan Melia.
“Melia, ayo kita jenguk Puspa sekarang.” Aku menghampiri Melia yang sedang berdiri di meja guru
“Ups, aku lupa,  sekarang aku ada janji sama Diana, gimana kalo besok aja ?” wajah yang panik, seolah-olah menandakan bahwa dirinya sedang tidak berbohong
“Kamu gimana sih ? aku mau hari ini, kalo besok aku tidak tahu.”
“Maaf, maaf, aku lupa beneran, aku gak bisa ikut hari ini, mungkin besok aku jenguk.”
“Jangan minta maaf sama aku, minta maaflah pada Puspa, aku pergi ya, Good Bye.”
***
“Assalamu’alaikum.”
“Waalaikumussalam.” Terdengar suara yang lembut, yang menjawab salamku, ternyata itu adalah ibunya Puspa
“Bun, Puspa katanya sakit, sekarang Puspa di mana Bun ?”
“Nak Boksi, iya, ada di dalam, ayo masuk.” Ibunya mempersilahkan untuk masuk, aku pun melepas sepatu.
Ketika masuk ke dalam aku melihat Puspa sedang bercanda ria, dengan seseorang lelaki yang sepertinya aku kenal, benar saja aku kenal dia, dia adalah temanku juga, walaupun beda kelas.
Aku sudah berada di hadapan Puspa, tetapi sepertinya Puspa tidak merasakan kehadiran diriku, dia sibuk bercanda, aku hanya menonton mereka, yang saling melempar semnyum dan tawa, sampai ibu dari Puspa menegurnya.
“Pus, Puspa, itu ada temanmu, nak Boksi datang menjenguk.”
“Siapa ?” di jawab oleh Puspa
“Iya, nak Boksi.”
“Yang mana ya ? aku enggak kenal.” Puspa sepertinya serius tidak mengenalku, karena walaupun di menatapku, tatapan matanya kosong.
“Kamu jangan bercanda, nak Boksi yang sering kamu ceritakan sama Bunda, dan kamu tulis di binder diary kamu.”  Ibu Puspa nampak kebingungan
“Bener bun, aku lupa.”
“Ya, kalau memang begitu.” Ibunya berfikir tentang kata-kata dokter, bahwa Puspa bisa saja lupa dengan orang-orang disekitarnya, itu terjadi karena otak Puspa terus bekerja dan kurang istirahat, tetapi begitu parah, bila terus di pancing, maka ingatannya akan pulih kembali.
Di sela-sela perbincangan merekan, aku izin keluar, untuk menatap lingkungan sekitas dan memastikan, bahwa ini hanya mimpi, ternyata tidak, ini adalah kenyataan, aku harus menerima kenyataan bahwa Puspa kini tak lagi mengenaliku, untuk beberapa saat di luar, aku sempat menulis surat, dan kemudian masuk lagi ke dalam.
***
“Bun, Boksi pulang ya, soalnya ada janji lain.” Aku berusaha pamit
“Loh, cepat sekali, kuenya aja belum di makan.” Setelah mendengar  itu aku langsung memakan kue
“Sekarang sudah he he he.”
Akhirnya aku pergi ke luar, dan hanya dia antar oleh ibunya saja, sebelum pergi, aku memberikan surat yang barusan di tulis tadi, dan binder milik Puspa yang Melia titipkan kepadaku.
“Bun, ini binder milik Puspa, Melia yang menitipkan dan ini surat dariku untuk Puspa.” Aku menatap ke arahnya
“Terima kasih nak Boksi, ternyata benar, nak Boksi memang manis, he he he.”
“he he he, nanti bilang sama Puspa ya Bun, katakan istirahat yang cukup, kalau mau tidur sebut nama Boksi tiga kali, biar bisa mimpiin Boksi he he he, O iya, salam juga untuk Ayah mertua.”
“iya he he he.”
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumussalam.”
Aku pun pergi dengan mengendari motor hitam milik kedua orang tuaku, aku berharap Puspa segera pulih begitu juga dengan ingatannya.
Ini lah surat yang aku tulis untuknya.
“Pus, ini aku Boksi temanmu, kok kamu sakit malah tambah cantik ? Pus, jangan suka tidur di kelas, nanti si Eko akan memoto kamu yang tidur, dan menguploadnya di facebook, padahal kalau kamu mau, kamu boleh tidur di pangkuanku he he he. Mungkin ini adalah harga yang pantas buatku, karena sering berbuat salah kepadamu, baik sengaja maupun tidak. Pus, kalau boleh jujur, lebih baik di tolak lamaran sama mertua, daripada tidak di kenal atau dilupakan oleh orang yang disukai, apalagi di khianati selama 2 tahun, iya Pus sakit, lebih baik memang benar lupa, daripada hanya berpura-pura lupa. Tapi tenang Pus, ini bukan tentang dirimu, ini tentang seseorang yang mencoba melupakan aku, tapi akhirnya tidak bisa, dan begitu juga aku. Semoga aku dan dirinya jodoh, bila tidak berarti aku yang jodoh sama kamu he he he, semoga cepat sembuh dan masuk sekolah.
Dari: Boksi (Botak seksi)
Tembusan: Kepala Sekolah anak-anak nakal Singapore, Pak Haji.

No comments:

Post a Comment