Hujan, kenapa orang
takut dengan hujan ? mungkin karena hujan datangnya keroyokan. Bulan Febuari
adalah puncaknya musim hujan, hampir setiap sore langit akan menurunkan air,
sayangnya banyak orang yang menyalahkan hujan, karena hujan katanya penyebab
banjir, bukan ! hujan adalah Rahmat, dan banjir karena kelalaian mereka
sendiri. Ya, bukan banjir saja yang akan membuat kenangan tersendiri, hujan
juga. Anehnya hampir setiap orang memiliki kenangan tersendiri ketika hujan,
seolah-olah hujan mampu memutar kembali kenangan di masa lalu.
Apa yang kau lakukan
ketika hujan ?
Apakah kau hanya diam
menunggu ? menunggu seseorang yang tak kunjung datang.
Atau kau malah larut
hujan-hujanan ? berharap agar orang lain tidak tahu bahwa kau sedang menangis
bersama hujan.
***
“Deal, nanti lusa saya
kesini lagi bang.” Sambil bersalaman saya menatap bang Yadi
“Oke, saya tunggu, tapi
jangan terlalu sore kesini.” Bang Yadi ikut menggoyangkan tangan
“Kalau gitu, saya
langsung pamit, mumpung hujannya agak reda.”
“Ya, hati-hati di jalan.”
Karawang 1 Febuari
2010, aku akan pulang, setelah sebelumnya, selesai berbisnis dengan kakak kelas
satu SMA tetapi berbeda 5 angkatan. Pada waktu itu sore hari, matahari sedikit
lagi terbenam juga sedang hujan rintik-rintik.
“Allah hu Akbar, Allah
hu Akbar.”
Suara adzan terdengar
dari banyak arah, memanggil-manggil agar aku segera mencari masjid. Aku
beruntung, tidak jauh di depan gang sana, ada sebuah masjid. Jadi sekaligus
berteduh dan menunaikan sholat magrib berjamaah.
Selesai sholat, aku
melihat kakek renta yang sedang berjaga di parkiran, aku melihat sepeda ontel
usang yang terus di pandangnya, mungkin sepeda itu adalah sepeda miliknya,
sepeda yang karatan, dan joknya di isi oleh plastik-plastik bekas minuman,
berbeda dengan motorku yang begitu mengkilap. Tanganku tergerak untuk menyentuh
sepeda ontel itu, ternyata banyak oli di batang sepeda tersebut dan juga tanah
sehingga tanganku menjadi kotor, lantas aku ke tempat wudhu untuk mencuci
tangan.
“Oppa Malik ?”
“Maaf anda siapa.?” Aku
mengerutkan alis, mencoba mengenali orang yang menyapaku
“Ini aku Metta, yang
dulu waktu SMA kamu panggil gembul.”Gadis itu berusaha menyakinkanku, aku
berharap dia bukan alien yang sedang menyamar sebagai temanku yang bernama
Metta
“Benarkah..... ? Oh ya,
aku ingat sekarang, kita pernah satu kelas kan ? juga pernah ikut olimpiade
Biologi bareng.
“Ya, hahaha. Habis dari
mana Opp ?
“Bisnis, dari SMA dulu
kan aku suka bisnis, kok kamu beda banget ? tidak gembul lagi, nampak lebih tua, udah
cocok menjadi ibu, tapi masih cantik he he he.” Aku meledek Gadis itu, ya
namanya Metta, dia teman SMAku dulu, dan sekarangpun temanku, karena sampai
kapanpun akan menjadi temanku.
“Ihh, sekarang bisnis
apa lagi ? dari dulu emang Oppa jago bisnis, dulu aja waktu SMA jual nasi uduk.”
“Ihh malu, kan itu
dulu, tapi kali ini lebih menjanjikan, aku bisnis beternak kecebong he he he,
kau sendiri sedang apa di sini ? kau jadi marbot masjid ini ya ? he he he.” Aku
terus meledek Metta
“Dihaha, Oppa kau tidak
berubah ya, masih suka bercanda.” Metta cekikikan
“Aku tidak berubah,
selalu manis seperti yang dulu he he he. Aku bukan lelaki labil, yang gampang
berubah kata-katanya, setidaknya ucapanku harus sejalan dengan sikapku.”
“Aku kerja di Mall itu,
Oppa tidak kah kau rindu dengan teman-teman SMA dulu.?” Metta sambil menunjuk
gedung besar, itu adalah gedung pusat perbelanjaan.
“Sangat rindu, aku
rindu PR, rindu ulangan, pokoknya rindu tentang semua yang ada disana, juga
rindu makan seblak.”
“ohh, bisakah kita
bertemu mereka untuk sekali lagi ?” Metta tertunduk, nampaknya ia begitu
mengharapkan waktu di putar kembali
“He he he bisa !
jangankan sekali, seratus kali juga bisa.” Dengan nada bercanda aku coba
menenangkannya
“Tapi..... semua sudah
berpisah, Upik sekarang di Padang, Oppa sibuk bisnis, dan begitu dengan yang
lain.” Nada suaranya semakin pelan, dan raut wajahnya mulai layu
“Tetap tenang, kita
tidak tahu skenario sang Pengcipta, Allah paling ingin membahagiakan kita,
bukankah kita bertemu di sini, tanpa ada rencana ? sangat mudah bagi Allah
untuk mengaturnya. Biarlah rindu itu terus tumbuh, jangan kau membunuhnya, tapi
bisa kau alihkan dengan hal positif yang kau tunjukan untuk teman-temanmu itu.”
Aku menceramahi Metta denga lembut.
“terus aku harus
bagaimana Oppa ?” Metta berontak, nada suaranya kini agak keras, dia menatapku
“Kamu harus bernafas,
karena dengan itu rindu akan bisa tersampaikan.”
“Hmmm, semoga Allah
memberikan kita waktu, untuk merasakan itu.”
“Ya, jika kamu sudah
paham, aku pulang duluan, takut Umi mencariku nanti he he he.” Aku pergi mengambil
motor
“he he he, iya.” Metta
membalasnya
“Assalamu’alaikum wr wb.”
“Waalaikumussalam wr
wb.”
Sekali lagi aku
teringat kata-kata Ayah.
“Rindu adalah
cara yang baik untuk membuat yang dirindu makin menjadi memesona dan Tenang
saja, perpisahan tak menyedihkan, yang menyedihkan adalah, bila habis itu
saling lupa.”
No comments:
Post a Comment