Monday 19 May 2014

Assalamu’alaikum Peri Kecil


Hari minggu, 14 Maret 1995,  aku berniat datang ke rumah Utami, kebetulan hari ini adalah hari ulang tahunnya, ini adalah pertama kali aku datang ke rumahnya, tanpa alamat atau pemberitahuan sebelumnya, aku nekat saja, dengan berbekal nama perumahan yang dulu sempat dia ceritakan.
Dari jauh aku melihat kumpulan tukang becak, mereka sibuk dengan becaknya masing-masing, ada yang sedang membersihkan becak, membaca koran, atau hanya duduk melamun, akhirnya aku menghampiri mereka, lalu bertanya kepada tukang becak yang sedang melamun.  
“Selamat sore pak, numpang tanya, rumah ibu Peri Kecil sebelah mana ya?”
“loh mas, ini kan masih pagi, saya gak tahu.” Dengan nada kebingungan
“oh iya, saya lupa pak, ini masih pagi he he he. Itu loh yang guru TK itu.”
“ada juga  yang jadi guru di sini ibu Ajeng dan ibu Siska sama....”
“Ibu Utami, iya dia guru TK” sahut tukang becak yang ada di sebelahnya, yang memotong perkataan dari temannya itu.
“ya ya ya, bisa jadi, di mana rumahnya ?”
“lurus aja mas, ada pertigaan belok kanan, terus lurus belok kanan lagi, nah di situ.” Kali ini temannya yang meneruskan pembicaraan
“iya pak terima kasih,  ini pak, tadi saya nemu gorengan di jalan, masih hangat, buat bapak aja, di makan bareng-bareng.” Sambil memberikan sebungkus gorengan, yang barusan di beli  dekat alfa midi
“iya sama-sama, kok nemu ada plastiknya gitu, nemu di tukang gorengan ya ?”
“kok tahu ? he he he iya, mari pak, selamat malam.”
Aku lalu pergi menjauhi mereka, aku tidak ingin berlama-lama dengan mereka, karena takut di sangka tukang becak juga.
***
“Assalamu’alaikum Peri Kecil.”
“Walaikumussalam, maaf mas cari siapa ?.” ketika pintu dibukakan, nampak yang keluar adalah gadis kecil memakai baju merah muda, bila di taksir, umurnya mungkin baru 10 tahun
“Adik kecil, ini rumah bu Guru TK ya ?” aku sengaja berjongkok, supaya bisa menatap matanya langsung
“Iya, bu guru Utami.”
“oh, bu gurunya ada ?  adik kecil ini siapa ?” sambil tersenyum, aku mencoba mencubit pipinya yang merah, mirip sekali dia dengan afiqa
“barusan pergi, bilangnya  mau ke sekolah TK, aku temen adiknya, sekarang lagi main di sini.” Wajah yang polos nampak diperlihatkan
“oh, kira-kira lama enggak adik manis ?” sambil mengusap kepalanya, dia terlihat sangat malu
“bu guru enggak bilang, sekolahnya deket kok, ke depan gang aja, terus ke kiri.”
“oke adik manis, kamu baik banget , ini sebagai hadiahnya.” Aku mengeluarkan beberapa permen dari kantong celana, sisa kembalian dari membeli kertas karton di supermarket
Gadis kecil itu tidak menjawabnya, iya hanya mengangguk mungkin malu, aku mengasongkan permen tetapi tidak ada respon, maka aku pegang tangannya dan memberikannya, dan langsung pipinya makin memerah.
Aku pergi ke sekolah TK, seperti apa yang di bilang oleh gadis kecil tadi.
***
“Assalamu’alaikum Peri Kecil.”
“Waalaikumussalam.” Wanita itu menengok, matanya terbelalak, karena kaget dengan kehadiranku yang tiba-tiba, sebelum memanggil namaku, tanganku berisyarat agar tidak menyebutnya, dengan cara mendekatkan telunjuk ke arah bibir.
“Impianmu sudah tercapai ya,  menjadi guru TK, nampaknya kamu begitu bahagia.”
“ya begitu, aku sangat bahagia, kenapa tidak memberitahukan sebelumnya akan main ke sini?”
“kalau aku kasih tahu, nanti bukan surprise, aku ke sini tidak bermaksud apa-apa, aku hanya ingat, temanku hari ini ulang tahun.”
“he he he terima kasih, kok tahu aku di sini?”
“ya, tadi ada gadis manis yang memberitahu, gadis kecil itu telah membuatku jatuh cinta, cinta yang merah muda begitu merah muda, karena dia juga pakai baju merah muda he he he”
“dari SMA dulu memang tidak berubah ya., masih alay he he he. Masya, nama gadis manis itu, dia teman adikku.”
“oh jadi dia namanya Masya ya, bukan alay tapi romantis he he he.”
“he he he, oh iya dengar-dengar, sekarang kamu sudah S2, bagaimana kehidupan di Jepang, saat kau mengambil S2 di sana ? aku dengar  juga kamu  sudah membangun Yayasan Yatim Piatu.”
“ya begitulah, terima kasih do’anya selama ini, tapi benar aku menyukai Masya.”
“anak itu memang lucu, ketulusan yang terpancar dari sikapnya selama ini.”
“Ya, tapi tidak mungkin aku menunggu Masya, aku sudah S2 dan dia gadis TK, jadi hanya ini yang aku bisa berikan kepadanya.” Aku memberikan secarik kertas
“Apa ini ? “
“Bukan apa-apa, tadi aku buat ketika aku berjalan ke sini,  oh iya, ini kado ulang tahun untukmu.”
“He he he,  kamu kira aku ini Peri ?”
“Iya, Peri Kecil, kamu sendiri yang bilang waktu SMA, aku pergi ya, semoga harimu selalu menyenangkan, semoga berkah umurnya dalam kebaikanNya.”
“Iya, terima kasih atas semuanya.”
“Assalamu’alaikum Peri Kecil.”
Belum sempat aku mendengar jawaban, aku berlalu pergi meninggalkan dirinya, setelah beberapa meter ke depan, aku menengok ke arahnya yang sedang berdiri di dekat ayunan, aku melihat dia memakai kado ulang tahunku, ya kado sederhana, bahkan tidak bernilai, hanya mahkota yang aku buat dari daun nangka, aku tersenyum melihatnya, dia sangat cocok sekali, memakai mahkota dari daun nangka.
Mungkin dia juga akan membaca isi suratku, yang aku sempat tuliskan untuk Masya, beginilah bunyinya.
Kamu Gadis TK sedang Aku Mahasiswa
Mimipi yang indah, kadang aku tidak sadar sedang mimpi atau tidak. Bisa jadi aku ini sedang mimpi, mimpi mendapatkanmu. Pak Haji, untung saja kamu bukan anak pak Haji. Karena kalau kamu anak pak Haji, minimal harus menjadi ustad untuk mendapatkanmu. Syukurlah kamu anak manusia, kita sama-sama manusia, kemungkinan besar aku bisa mendapatkanmu. Aku memang tidak kaya dan juga tidak miskin, itu lebih baik. Mungkin, kekayaanmu hanya sedikit diatasku. Banyak orang yang merasa malu ingin mendekatimu hanya karena status sosial. Aku sih hanya tenang saja, aku tidak perduli. Aku punya Allah yang maha kaya, kalau aku mau, aku bisa saja berdo’a untuk menjadi kaya. Nyatanya aku memilih tidak, karena aku sadar, bila aku nanti kaya, maka aku akan lupa kepadamu dan berpaling kepada selainmu.
Inilah kebahagiaanku, yang aku pilih adalah kamu. Kamu gadis TK dan aku Mahasiswa,  cinta kandas beda usia. Tak mungkin menunggumu. Benar saja, kamu mirip gadis itu, gadis yang telah melukaiku, membunuh perlahan diriku dengan caranya tersendiri, tetapi biarlah. Semakin aku mengingat kejahatannya kepadaku, maka semakin aku mencintainya. Itu memang aneh, tetapi itulah kenyataannya, tak perduli seberapa dia membohongiku, seberapa dia menyakitiku, yang ada malah aku semakin suka kepadanya. Cinta tidaklah buta, tetapi hanya aku yang membawanya kedalam celah dihatiku, yang mestinya celah itu diisi oleh mereka yang mau menerimaku., apa adanya bukan ada apanya.
***




No comments:

Post a Comment