Friday 16 May 2014

Masya and the Malik




Bulan Desember, adalah awal musim dingin, sudah dua tahun lamanya aku berpisah dengan Masya, aku di Jepang dan Masya di Belanda, bila satu minggu adalah tujuh hari, maka diantara tujuh hari itu, tidak pernah aku melupakan tentang dirinya, aku begitu merindukan Masya, entah kenapa, sampai hari ini, sampai aku tulis ini.
Aku selalu ingat pertemuan pertama kali dengan Masya, pertemuan tanpa di rencanakan, saat itu aku sedang bermain tenis meja, tanpa sengaja aku melihat Masya, dan Masya pun melihatku, hingga akhirnya kita saling melempar senyum. Sejak saat itu, aku tidak pernah bertemu lagi dengannya, hanya sms singkat untuk kami berkomunikasi, hanya dengan kata kami saling percaya, bahwa menjaga dengan menjaga komitmen semua akan baik-baik saja.
4 Tahun lagi, aku harus menunggu untuk bertemu dengan Masya, karena Masya berjanji akan bertemu di bulan Febuari 2017,Ya di Halte Sekolah, tempat yang sederhana namun begitu banyak makna, bagi aku dan Masya, dulu tempat itu adalah tempat menunggu, tetapi seolah Tuhan belum membolehkan, ada saja diantara kita yang tidak datang setiap kali janji disana, Masya lah yang paling banyak menunggu, namun aku pada waktu itu selalu menolak untuk datang, hingga aku yang menunggu, Masya pun kunjung datang, dan akhirnya kami memutuskan jalan masing-masing.
“Masya ? Masya ? jangan nakal di sana, di sini aku juga tidak, Masya ? jangan lupa pertemuan kita nanti, Febuari 2017, kabari aku, bila kau sudah menikah dengan temanku yang bernama Rifqi , yang selalu kau banggakan kepada orang tuamu, Masya.”

No comments:

Post a Comment