Friday 29 August 2014

Nasihat Kehidupan

Sajak Kehidupan.

Bila harus dituliskan kesalahan..
Maka akan ada selalu terusan kata..
Bila harus aku katakan..
Maka permohonan maaf aku pinta..

Hidup ibarat pena akan habis bagaimana juga...
Menulis dengan baik atau biasa saja...
Sekali lagi akan habis oleh usia...
Maka menulislah hanya kebaikan saja...

Thursday 31 July 2014

Bila Kau Mau Menikahlah dengan Anakku


  Pernah sekali aku pergi ketempat dimana kedamaian aku cari, menelusuri bukit, jejak kaki, sungai, pabrik industri sampai pesawahan, dengan menaiki kuda besi kemudian aku berhenti pada suatu tempat di samping perusahaan minyak Pertamina. Suasana harmoni dan angin menyelimuti keaadan saat itu di tambah gemercik air melupakanku pada kehidupan dunia yang penuh dengan emosi, mata ini memandang jauh ke depan mengarah kepada sawah yang berwarna hijau, entah milik siapa. Setelah itu aku berbalik arah dan melihat seorang pria tua yang memegangi pecut menatap ke arah kambing-kambing, mungkin kambing itu miliknya atau milik tetangganya yang dititipkan untuk kemudian di bagi hasil. Sungguh pakaian amat jauh dari kemewahan, memakai topi dari anyaman bambu juga sepatu bekas yang nampak tak layak pakai, penampilannya sangat tidak mencerminkan dengan raut wajahnya yang terlihat penuh senyum, penuh dengan tawa juga canda. Karena alasan itulah aku menyuruh temanku untuk menghampiri pria tua tersebut agar memberikannya sedikit hadiah, dan pria tua itu menerimanya dengan penuh hormat. Kemudian mereka berbincang-bincang dan aku hanya bisa mengawasi dari kejauhan saja serta melihat mereka saling melempar senyum, setelah itu pria itu jalan di depanku dan meminta izin untuk pulang lebih dulu  maka akupun meng-iya-kannya. Tak lama setelah pria itu pergi aku yang penasaran menanyakan kepada temanku perbincangan apa yang telah terjadi tadi, aku tidak bisa menahan tawa ketika ternyata pria tua itu sebenarnya ingin memberi kode kepada temanku, bahwa dirinya punya dua orang anak dan semuanya perempuan, bila temanku mau mungkin pria tua itu sudah menerima temanku sebagai calon menantunya. Dan salah satu nama anak peremuan dari pria itu adalah Sumi. Aku sejenak tertarik dengan nama itu, apakah dia keturunan orang Jepang?  Ah, bagiku yang penting setia, percaya, dan sholehah itu sudah cukup mewakili rupa serta keturunan, karena itu awetnya cinta adanya kesetiaan.


































Monday 14 July 2014

Capung Pergi Tanpa Pamit


Ketika capung hendak meminta maaf kepada kupu-kupu, kupu-kupu itu malah menghindar seolah-olah tak mau mengakui kesalahannya, tetapi kupu-kupu itu masih saja seperti yang dulu yang tak ingin dirinya disalahkan, begitu juga yang dikatakan oleh ibunya kepada si capung, bahwa harus selalu mengalah kepada putrinya, tetapi capung tidak mengiyakannya dia tetap pada pendiriannya yaitu bersikap tegas dan berusaha untuk adil seadil-adilnya.
“Capung, maaf nak kini putriku sudah tidak tertarik lagi padamu, sebenarnya sudah sejak dulu dia tertarik kepada yang lain, dan kepadamu itu hanya sementara saja.”  ucap ibu dari kupu-kupu yang di temui capung di rumahnya
“Jadi begitu, baiklah untuk itu bolehkah saya menemui dia dan berucap beberapa patah kata untuk yang terakhir kalinya?” jawab capung yang masih menunjukan sikap tenang
“Nak, kenapa engkau bilang untuk terakhir kalinya? “
“Karena aku akan pergi, tak akan mengganggunya lagi, itu yang aku mau, biarlah kasih tulusku dibalasnya dengan nista.”
“Tak boleh lah seperti itu, kau memutuskan tali persaudaraan yang sudah terjalin.”
“Bukan aku yang memulai ini, aku coba mengikuti keinginannya, sebetulnya memang itu maunya. Maaf aku tak punya banyak waktu, aku pamit.” tanpa menunggu balasan dari ibu kupu-kupu itu, capung terbang dan pergi menghilang.
Sejak saat itu capung terus menghibur diri atau mempersibuk dirinya agar tak teringat dengan kupu-kupu yang telah menghianatinya.